Gaya Komando

Gaya Komando


1.      Anatomi Gaya Komando

a.       Dalam setiap anatomi gaya, Mosston meninjau dari tiga perangkat keputusan: pra-pertemuan, selama pertemuan berlangsung, dan pasca pertemuan. Keputusan yang dibuat guru dan yang akan diteruskan kepada siswa dinyatakan sebagai berikut:

G             Keputusan Guru

S       =       Keputusan Siswa

b.      Untuk gaya komando atau gaya perintah ini, semua keputusan diambil oleh guru. Jadi diagram tentang keputusan-keputusan untuk gaya komando ini adalah sebagai berikut:        

Pra-pertemuan             G

Dalam pertemuan        G

Pasca pertemuan          G


2.      Sasaran Gaya Komando

a.       Bagian ini akan merinci peranan guru, peranan siswa dan hasil yang                         dicapai karena penggunaan gaya yang diuraikan.

b.      Dengan menggunakan gaya komando, maka sasaran yang dicapai akan                   melibatkan siswa yang akan mengikuti petunjuk-petunjuk guru, dengan                     sasaran-sasaran sebagai berikut:

(1)         Respons langsung terhadap petunjuk yang diberikan

(2)         Penampilan yang sama / seragam

(3)         Penampilan yang disinkronkan

(4)         Penyesuaian

(5)         Mengikuti model yang telah ditentukan

(6)         Mereproduksi model

(7)         Ketepatan dan kecermatan respons

(8)         Meneruskan kegiatan dan tradisi kultural

(9)         Mempertahankan tingkat estetika

(10)      Meningkatkan semangat kelompok

(11)       Penggunaan waktu secara efisien

(12)       Pengawasan keamana


3.      Menyusun Pelajaran Gaya Komando

a.       Semua keputusan pra-pertemuan dibuat oleh guru

 (1)         Pokok bahasan

 (2)         Tugas-tugas

 (3)         Organisasi

 (4)         Dan lain-lain

 b.           Semua keputusan selama pertemuan berlangsung dibuat oleh guru:

 (1)         Penjelasan peranan guru dan siswa

 (2)         Penyampaian pokok bahasan

 (3)         Penjelasan prosedur organisasi

                          (a)     Regukelompok

                          (b)    Penempatan dalam wilayah kegiatan

                          (c)    Perintah yang harus diikuti

 (4)         Urutan kegiatan

                          (a)     Peragaan

                          (b)    Penjelasan

                          (c)    Pelaksanaan

                          (d)    Penilaian

  c.      Keputusan pas capertemuan

           (1)    Umpan balik kepada siswa,

           (2)    Sasarannya: harus memberi  banyak waktu untuk pelaksanaan tugas.


4.      Implikasi Penggunaan Gaya Komando

a.      Standar penampilan sudah mantap dan pada umumnya satu model untuk                   satu  tugas.

b.      Pokok bahasan dipelajari secara meniru dan mengingat melalui penampilan.

c.      Pokok bahasan dipilih-pilah menjadi bagian-bagian yang dapat ditiru.

d.      Tidak ada perbedaan individual diharapkan menirukan model.


5.      Unsur-unsur Khas dalam Pelajaran dengan Gaya Komando

a.       Semua keputusan dibuat oleh guru

b.      Menuruti petunjuk dan melaksanakan tugas merupakan kegiatan utama dari           siswa.

c.      Menghasilkan tingkat kegiatan yang tinggi.

d.      Dapat membuat siswa merasa terlibat dan termotivasi

e.      Mengembangkan perilaku berdisiplin karena prosedur yang telah ditetapkan.


6.      Saluran-saluran Pengembangan Gaya Komando

 a.       Menurut Mosston, selama masa belajar-mengajar, setiap orang memperoleh kesempatan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan fisik, sosial, emosional, dan kognitifnya.          

 b.      Mosston berbicara tentang empat saluran perkembangan:

           1)      Saluran fisik meningkatkan dengan pesat selama menggunakan Gaya                        Komando.

           2)      Saluran sosial-terbatas

           3)      Saluran emosional terbatas

           4)      Saluran kognitif terbatas.

 


 

TAKSONOMI BLOOM

TAKSONOMI BLOOM

Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.

Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:

1.  Cognitive Domain (Ranah Kognitif),

yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual,           seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.

2  Affective Domain (Ranah Afektif)

berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi,     seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.

3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor)

berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik    seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan      mesin.

 

Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu:

cipta,

rasa, dan

karsa.

Selain itu, juga dikenal istilah:

penalaran,

penghayatan, dan

pengamalan.

Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku ang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.

 

DomainKognitif
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)

1.    Pengetahuan (Knowledge)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, dsb.

2.   Pemahaman (Comprehension)

Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dsb. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yg diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dsb.

3.       Aplikasi (Application)

Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram atau pareto chart

4.   Analisis (Analysis)

Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.

5.   Sintesis (Synthesis)

Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.

6.  Evaluasi (Evaluation)

Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb

 

 

Domain Afektif

1.   Penerimaan (Receiving/Attending)

Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.

2.   Tanggapan (Responding)

Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.

3.   Penghargaan (Valuing)

Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.

4.   Pengorganisasian (Organization)

Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.

5.   Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a        

       Value       or         Value Complex)

Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya

 

Domain Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom.

1.       Persepsi

Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.

2.       Kesiapan (Set)

Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan

3.       Guided Response (Respon Terpimpin)

Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.

4.       Mekanisme (Mechanism)

Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.

5.       Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)

Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.

6.       Penyesuaian (Adaptation)

Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.

7.       Penciptaan (Origination)

Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.

Pedoman modifikasi permainan bagi anak SD

      PEDOMAN MODIFIKASI PERMAINAN BAGI ANAK-ANAK USIA SEKOLAH DASAR

 

Pada hakikatnya permainan suatu cabang olahraga dirancang dengan mengunakan pendekatan “permasalahan yang perlu dipecahkan”.  Sebagai contoh, dalam permainan bola voli salah satu masalah dasar yang harus dipecahkan adalah bagaimana caranya memukul bola agar dapat melalui net yang membentang di tengah lapangan dengan ketinggian tertentu.  Beberapa peraturan utama di dalam permainan dibuat untuk mengatur bagaimana cara memecahkan “berbagai permasalahan dasar” dalam permainan tersebut.  Bila aturan utama diubah, maka permainan juga akan berubah atau tidak sesuai lagi dengan hakikat dari permainan tersebut.  Berbeda halnya bila yang diubah adalah peraturan yang “secondary” atau peraturan yang bukan merupakan aturan utama (Siedentop, Hastie & van der Mars, 2004).  Misalnya permainan kasti, hakikat permainan ini adalah ‘lempar-tangkap bola’ atau aturan utamanya adalah melempar bola ke arah teman satu regu dan/atau menangkap bola yang dilempar teman seregu dalam rangka ‘mendekatkan’ bola sedekat mungkin ke arah lawan yang sedang berlari agar dapat dimatikan. Bila aturan utama ‘lempar-tangkap’ ini diubah menjadi ‘tendang bola’, maka nama permainan tersebut bukan lagi kasti.  Tetapi bila yang diubah atau yang dimodifikasi adalah peraturan yang secondary seperti ukuran lapangan, jenis bola yang digunakan, sasaran atau bagian tubuh yang boleh dilempar untuk mematikan lawan, maka permainan tersebut tetap dapat disebut sebagai kasti.

Modifikasi permainan cabang olahraga, tidak ditujukan untuk mengubah hakikat cabang olahraga tersebut, tetapi untuk menyesuaikan situasi dan kondisi permainan agar dapat dimainkan dan dinikmati oleh kelompok pemain tertentu, yang dalam hal ini adalah anak-anak usia sekolah dasar.  Modifikasi dilakukan semata untuk mengurangi ‘tingkat tantangan’ dari permainan tersebut agar sesuai untuk dimainkan anak-anak dalam kelas pendidikan jasmani.  Dan modifikasi hendaknya memang diarahkan pada aturan-aturan yang secondary agar hakikat atau ciri khas dari permainan tersebut tidak hilang.  Beberapa peraturan secondary yang dapat dimodifikasi, di antaranya adalah:

·        Ukuran, berat, bahan atau bentuk peralatan yang digunakan

·        Area atau tempat permainan serta ukuran lapangan

·        Lamanya waktu bermain

·        Jumlah pemain dalam satu regu

·        Peraturan dalam bermain

·        Besarnya gawang/keranjang, tinggi net atau rintangan

·        Rotasi atau posisi pemain

·        Cara memperoleh nilai

·        Dan lain sebagainya

 

STRATEGI UNTUK MEMODIFIKASI PERMAINAN

1.      Buat agar skor/nilai mudah diperoleh

Jika sedang bermain, anak-anak sangat senang bila dapat memperoleh skor.  Skor merupakan salah satu hal yang penting dan strategis untuk memberikan ukuran ‘keberhasilan’ bagi anak-anak.  Skor juga dapat digunakan sebagai penguatan atau umpan untuk membuat anak-anak mau belajar, mengulang dan mempraktekkan teknik dan taktik secara benar.  Bila skor sulit untuk dihasilkan, anak-anak akan cepat bosan dan menjadi frustasi.

2.      Perlambat gerak bola atau objek lain yang bergerak dalam permainan

Tidak mudah bagi anak-anak untuk melakukan suatu teknik gerak dengan benar jika mereka tidak dalam posisi untuk dapat melakukannya secara tepat.  Dalam permainan yang menggunakan objek bergerak, seperti bola atau kok dan mengharuskan pemainnya untuk selalu bergerak, anak-anak yang bermain dihadapkan pada situasi yang mengharuskannya mengantisipasi datangnya objek yang bergerak, baik berupa bola, lawan atau teman satu regu.  Situasi ini bukan merupakan hal mudah untuk diadaptasi dalam waktu singkat oleh anak-anak.  Oleh sebab itu, disarankan untuk memodifikasi peraturan sedemikian rupa agar pergerakan yang terjadi di dalam permainan tidak terlalu cepat sehingga semua pemain memiliki kesempatan untuk melakukan antisipasi.

3.      Perbesar peluang bagi anak-anak untuk mempraktekkan teknik dan taktik yang diajarkan.  

 

Cara yang paling tepat untuk mempraktekkan strategi ini adalah memperkecil jumlah pemain, dengan demikian anak-anak/pemain memperoleh kesempatan yang lebih banyak untuk menampilkan atau mempraktekkan teknik gerak dan taktik permainan yang diajarkan.

TASK CARD BULUTANGKIS

 

Model Pengajaran Pendidikan Jasmani

Model Pengajaran Pendidikan Jasmani

Dari literatur diperoleh gambaran tentang model pengajaran pendidikan jasmani. Beberapa tahun terakhir ini dikembangkan berbagai model pengajaran pendidikan jasmani dan diterapkan dengan berhasil di lapangan. Beberapa model pengajaran tersebut dikemukakan oleh Siedentop, Mand, dan Taggart (1986) sebagai berikut:

1)     Pengajaran langsung/perintah (Direct instruction)

2)     Pengajaran tugas / pos (Task/station teaching)

3)     Pengajaran berpasangan kelompok (Reciprocal/group teaching)

4)    Pengajaran sistem kontrak (Personalyzed system of Instruction (PSI)/Mastery Teaching)

5)     Manajemen Kontingensi (Contingensi Management)

Salah satu spectrum model pengajaran lain juga dikemukakan Mosston (1996). Model Mosston ini didasarkan atas asumsi bahwa keputusan terhadap proses dan produk pengajaran hendaknya bergeser dari pengajaran terpusat pada guru ke terpusat pada anak, dari siswa terikat menjadi siswa bebas (aktif). Mosston mengklasifikasi model pengajaran berdasarkan hasil analisa siapa yang membuat keputusan. Klasifikasi model pengajaran tersebut adalah sebagai berikut.

Profil Kompetensi Guru Penjasorkes

Profil Kompetensi Guru Pendidikan Jasmani

Mengapa Anda ingin menjadi guru (termasuk guru Penjas)? Bagaimanakah penilaian  Anda terhadap profesi guru? Apakah Anda bangga menjadi guru mata pelajaran Penjas? Kompetensi apakah yang harus Anda dimiliki untuk mampu mengajar Penjas di sekolah dasar secara profesional? Pertanyaan-pertanyaan ini membantu Anda dalam rangka mengidentifikasi “pengetahuan” membantu Anda sendiri sehingga memudahkan Anda dalam menentukan filsafat pendidikan jasmani.

Seorang guru Penjas seharusnya memiliki kemampuan dasar umum yang mencakup: penguasaan dan pengorganisasi materi yang hendak diajarkan dan penguasaan metode penyampaian seta penilaiannya. Secara rinci karakteristik yang seharusnya dimiliki guru Penjas sebagai berikut:

1)     Memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi karakteristik anak tentang:

           a) pertumbuhan fisik,

           b) perkembangan mental,

           c) perkembangan sosial dan emosional sesuai   dengan fase-fase   pertumbuhan.

2)     Mampu membangkitkan dan memberi kesempatan pada anak untuk berkreatif dan aktif dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, serta mampu menumbuhkembangkan potensi kemampuan dan keterampilan motorik anak.

3)     Mampu memberikan bimbingan dan pengembangan anak dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani.

4)     Mampu merencanakan, melaksanakan, mengendalikan dan menilai serta  mengoreksi dalam proses pembelajaran bidang studi pendidikan jasmani di sekolah dasar.

5)     Memiliki pemahaman dan penguasaan keterampilan gerak

6)     Memiliki kemampuan tentang unsur-unsur kondisi fisik

7)      Memiliki kemampuan untuk menciptakan, mengembangkan, dan memanfaatkan faktor-faktor lingkungan yang ada dalam upaya mencapai tujuan pendidikan jasmani.

8)     Memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi potensi peserta didik dalam dunia olahraga.

9)     Memiliki kemampuan untuk menyalurkan hobinya peserta didik dalam dunia olahraga.

10)   Memiliki kemampuan untuk menyalurkan hobinya dalam olahraga.

 

Tujuan Pendidikan Jasmani

Tujuan Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani memiliki tujuan yang berbeda dengan pelatihan jasmani seperti halnya dalam olahraga prestasi. Pendidikan jasmani diarahkan pada tujuan secara keseluruhan (multilateral) seperti halnya tujuan pendidikan secara umum.

Pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan secara  umum. Ia merupakan salah satu dari subsistem-subsistem pendidikan. Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai suatu proses pendidikan yang ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan melalui gerakan fisik. Telah menjadi kenyataan umum bahwa pendidikan jasmani sebagai satu kenyataan umum bahwa pendidikan jasmani sebagai satu substansi pendidikan mempunyai peran yang berarti mengembangkan kualitas manusia Indonesia.

Sebagaimana diterapkan dalam Undang-Undang RI. Nomor II Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa tujuan pendidikan termasuk pendidikan jasmani di Indonesia adalah pengembangan manusia Indonesia seutuhnya ialah manusia yang beriman dan  bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Apabila Anda bertanya kepada guru Penjas tentang apa tujuan yang hendak dicapai? Jawabannya mungkin bervariasi. Secara ideal, jawaban tersebut terjabar seperti butir-butir berikut:

1)      Perkembangan Pribadi

a)      Pertumbuhan fisik optimal

b)      Sehat fisik, mental, sosial, dan spiritual

c)       Kesegaran jasmani optimal

d)      Cerdas

e)       Kreatif dan inovatif

f)       Terampil dalam gerak dan  memecahkan masalah

g)       Jujur, disiplin, percaya diri, dan   tanggung jawab

2)      Hubungan Antar Pribadi dan Ling

a)         Hormat pada sesama

b)        Gotong royong

c)        Luwes (mudah menyesuaikan diri)

d)       Komunikatif dalam ide (konsep) dan   pemikiran

e)       Etika (sopan santun)

f)       Menghargai kondisi lingkungan

g)      Melestarikan lingkungan yang sehat  dan harmonis

3)      Ketahanan Nasional

Politik:

a)        Cinta tanah air

b)       Demokrasi Pancasila

c)       Loyal pada Pancasila dan UUD 

Ekonomi

a)      Penguasaan informasi dan tek

b)      Etos kerja

Sosial Budaya

a)      Tertib hukum

b)      Kesetiakawanan Sosial

Budaya

 a)      Menghargai karya orang lain

 b)      Berpikir kritis

 c)      Toleransi penerapan Iptek

Hankam

 a)      Kesiapan membela negara

 b)      Partisipasi dalam Hankamrata

 

Pengertian Pendidikan Jasmani

Pengertian Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani sebagai komponen pendidikan secara keseluruhan telah disadari oleh banyak kalangan. Namun, dalam pelaksanaannya pengajaran pendidikan jasmani berjalan belum efektif seperti yang diharapkan. Pembelajaran pendidikan jasmani cenderung tradisional. Model pembelajaran pendidikan jasmani tidak harus terpusat pada guru tetap pada siswa. Orientasi pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan anak, isi dan urusan materi serta cara penyampaian harus disesuaikan sehingga menarik dan menyenangkan, sasaran pembelajaran ditujukan bukan hanya mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi pada perkembangan pribadi anak seutuhnya. Konsep dasar pendidikan jasmani dan model pengajaran pendidikan jasmani yang efektif perlu dipahami oleh mereka yang hendak mengajar pendidikan jasmani.

Pengertian pendidikan jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain. Konsep. Itu menyamakan pendidikan jasmani dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada pengembangan organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical fitness), kegiatan fisik (physical activities), dan pengembangan keterampilan (skill development). Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan arti pendidikan jasmani yang sebenarnya. Walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu, namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu tidak mengandung unsur-unsur pedagogik.

 

Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik secara terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general education). Sudah barang tentu proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi sistematik antar pelakunya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

 

 

1

Bagaimanakah definisi pendidikan yang kita anut? Adanya perbedaan pengertian itu pendidikan jasmani dengan istilah-istilah lain seperti gerak badan, aktivitas fisik, kesegaran jasmani, dan olahraga hendaknya tidak menimbulkan polemik yang menyesatkan. Perbedaan pendapat itu sesuatu yang wajar, yang terpenting seseorang harus melakukan pembatasan pengertian yang dianut secara jelas dan konsisten apabila membicarakan atau menuliskan berbagai istilah itu sehingga tidak rancu.

Salah satu definisi pendidikan jasmani yang patut

dikemukakan adalah definisi yang dilontarkan pada Lokakarya

Nasional tentang Pembangunan olahraga pada tahun 1981

(Abdul Gafur, 1983:8-9) yang dikembangkan oleh penulis

(Cholik Mutohir, 1992) sebagai berikut:

­                  Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian yang harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan Pancasila. Secara eksplisit istilah pendidikan jasmani dibedakan dengan olahraga. Dalam arti sempit olahraga diidentikkan sebagai gerak badan. Olahraga ditilik dari asal katanya dari bahasa jawa olah yang berarti melatih diri  dan rogo (raga) berarti badan. Secara luas olahraga dapat diartikan sebagai segala kegiatan atau usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan-kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada setiap manusia. Definisi lain yang dilontarkan pada Lokakarya Nasional Pembangunan Olahraga (Abdul Gafur, 1983:8-9) secara eksplisit berbeda dengan pendidikan jasmani. Definisi tersebut dikembangkan penulis (Cholik Mutohir, 1992) sebagai berikut:

 

                  Olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/ pertandingan, dan kegiatan jasmani yang intensif untuk memperoleh rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.

 

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani dan direncanakan secara sistematik bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromoskuler, perseptual, kognitif, sosial dan emosional.